Wednesday, 17 October 2018

Ibu Adalah Madrasah Pertama Bagi Generasi Masa Depan



Oleh : Muhammad Surya

“Gadis yang pikirannya sudah dicerdaskan, pemandangannya sudah diperluas, tidak akan sanggup lagi hidup di dalam dunia nenek moyangnya”_Raden Ajeng Kartini_
Seiring evolusi di masyarakat, perempuan Indonesia semakin sadar mengenai pentingnya pendidikan bagi mereka. Perempuan Indonesia memahami betul bahwa mereka memikul beban yang sangat besar dalam mendidik calon generasi di masa depan. Mereka sadar bahwa pendidikan sangat dibutuhkan agar dapat menjadi istri dan ibu yang baik walaupun pada kenyataannya mereka tak mendapatkan pendidikan modern.
Pada zaman rezim kolonialisme, sewaktu itu para pelopor gerakan feminisme mulai bergerak melawan hukum dan adat negeri; bahwa anak perempuan hanya sedikit diperbolehkan memanfaatkan kemajuan di bidang pendidikan. Seperti surat yang ditulis oleh Kartini pada tanggal 25 Mei 1899, isi surat tersebut menceritakan lingkungan tempat tinggal Kartini secara jelas;
“Kami anak-anak perempuan masih terbelenggu oleh adat istiadat lama, hanya boleh memanfaatkan sedikit saja dari kemajuan di bidang pendidikan. Sebagai anak perempuan, setiap hari pergi meninggalkan rumah untuk belajar di sekolah sudah merupakan sebuah pelanggaran yang besar terhadap adat negeri kami. Ketahuilah bahwa adat negeri kami sangat melarang keras gadis-gadis keluar rumahnya.
Sangat kelam sekali pendidikan bagi kaum perempuan di zaman tersebut, di usia 12 tahun  anak  perempuan tidak diperbolehkan keluar rumah padahal tujuannya untuk belajar dan sekolah dan itu merupakan sebuah pelanggaran yang sangat besar;
Ketika berusia 12 tahun aku harus tinggal di rumah, aku harus masuk ‘sangkar’. Aku dikurung di dalam rumah dan sangat terasing dari dunia luar, dan aku tidak boleh kembali ke dunia itu lagi selama belum berada di sisi seorang suami, seorang lelaki yang asing sama sekali, yang dipilihkan orang tua kami untuk mengawini kami, yang sesungguhnya tanpa sepengatahuan kami”.
Memang pendidikan bagi kaum perempuan waktu itu tidak terlalu penting untuk diterapkan dalam diri kaum perempuan sehingga Kartini melawan hukum adat yang sudah lama itu agar kaum perempuan mempunyai pengetahuan yang luas dan mengenali dunia luar.
Semasa mudanya Kartini terus melawan hukum adat yang bertentangan dengannya. Kini  dalam semasa hidupnya Kartini menjadi pelopor para gerekan feminisme di antara kaum muda Indonesia dan menimbulkan simpati atas gerakan feminisme di Indonesia dan negara-negara lain.
Dalam suratnya kepada Nyonya Abendanon pada tanggal 21 Januari 1901 bahwa kaum perempuan harus dapat terlebih dahulu mengembangkan potensi diri agar dapat menjadi ibu-ibu yang bisa diandalkan oleh generasi masa depan;
“Dari perempuanlah manusia pertama kali menerima pendidikan dan makin lama makin jelas bagiku bahwa pendidikan pertama kali itu bukan tanpa arti bagi seluruh kehidupan. Dan bagaimana ibu-ibu bumiputra dapat mendidik anak-anaknya jika mereka sendiri tidak berpendidikan? bukan hanya untuk perempuan saja, tetapi untuk seluruh masyarakat Indonesia, pengajaran kepada anak-anak perempuan akan merupakan rahmat”.
Sudah sangat jelas maksud dari isi surat yang dikirim Kartini kepada Nyai Abendanon, bahwa kaum perempuan (ibu) adalah madrasah pertama bagi generasi masa depan.
Begitupun juga dengan islam, yang selalu menjujung tinggi persamaan hak antar manusia, di mata islam semua hamba Allah sama tidak ada dikotomi ras, jenis golongan dan bangsa, mereka semua sederajat, hanya taqwa yang membedakan mereka di mata sang kholiq. Hal seperti ini ditegaskan dalam Al-Qur’an surah Al-Hujurat ayat 13.
Artinya : “Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa – bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal”
Ayat di atas menyiratkan bahwa dalam pandangan islam pun tidak ada diskriminasi antar lelaki dan perempuan, semuanya sama mendapatkan kewajiban dan hak dalam menuntut ilmu, bahkan kaum perempuan dalam hal ini harus diprioritaskan karena merekalah tempat pendidikan pertama sebelum pendidikan yang lain diperoleh oleh seorang anak.
Sedangkan dalam surat yang ditulis pada 4 Oktober 1902 yang ditujukan  kepada Profesor G. K. Anton dan Nyonya dari Jena yang telah mengunjungi Jawa, Kartini menulis;
“Jika kami menginginkan pendidikan dan pengajaran bagi kaum perempuan bukan karena kami ingin menjadikan perempuan menjadi saingan lelaki”. (Cora Vreede-de Stuers Sejarah Perempuan Indonesia Gerakan & Pencapaian, hlm ...)
Maksud dari isi surat tersebut, bahwa perempuan harus lebih pandai melakukan tugas yang begitu besar dalam tanggung jawabnya menjadi seorang ibu. Ibu adalah seorang perempuan yang pertama kali menjadi pendidik umat manusia dan kepada kaum ibu lah segala urusan rumah tangga diserahkan dan dibebani tugas besar untuk mendidik anak-anaknya. Karena anak-anaknya cikal bakal generasi masa depan dan akan menjadi anggota masyarakat ketika sudah beranjak dewasa. Untuk itu, begitu penting pendidikan bagi anak-anak perempuan sebagai calon ibu yang berpendidik. Dan menjadi seorang ibu yang cerdas dalam mendidik anak-anaknya bukan untuk menjadi pesaing laki-laki.
Terimakasih ibu telah mendidikku sampai dewasa ini dan terimakasih juga kepada almarhum ayah yang telah mengajariku arti hidup dan kasih sayang.



Penulis adalah mahasiswa peteran

3 comments:

POLITIK NU ADALAH POLITIK KEBANGSAAN