Oleh : Muhammad Surya
“Gadis yang pikirannya sudah
dicerdaskan, pemandangannya sudah diperluas, tidak akan sanggup lagi hidup di
dalam dunia nenek moyangnya”_Raden Ajeng Kartini_
Seiring
evolusi di masyarakat, perempuan Indonesia semakin sadar mengenai pentingnya
pendidikan bagi mereka. Perempuan Indonesia memahami betul bahwa mereka memikul
beban yang sangat besar dalam mendidik calon generasi di masa depan. Mereka
sadar bahwa pendidikan sangat dibutuhkan agar dapat menjadi istri dan ibu yang
baik walaupun pada kenyataannya mereka tak mendapatkan pendidikan modern.
Pada
zaman rezim kolonialisme, sewaktu itu para pelopor gerakan feminisme mulai
bergerak melawan hukum dan adat negeri; bahwa anak perempuan hanya sedikit
diperbolehkan memanfaatkan kemajuan di bidang pendidikan. Seperti surat yang
ditulis oleh Kartini pada tanggal 25 Mei 1899, isi surat tersebut menceritakan
lingkungan tempat tinggal Kartini secara jelas;
“Kami anak-anak perempuan masih
terbelenggu oleh adat istiadat lama, hanya boleh memanfaatkan sedikit saja dari
kemajuan di bidang pendidikan. Sebagai anak perempuan, setiap hari pergi
meninggalkan rumah untuk belajar di sekolah sudah merupakan sebuah pelanggaran
yang besar terhadap adat negeri kami. Ketahuilah bahwa adat negeri kami sangat
melarang keras gadis-gadis keluar rumahnya.
Sangat
kelam sekali pendidikan bagi kaum perempuan di zaman tersebut, di usia 12 tahun
anak perempuan tidak diperbolehkan keluar rumah padahal
tujuannya untuk belajar dan sekolah dan itu merupakan sebuah pelanggaran yang
sangat besar;
Ketika berusia 12 tahun aku harus
tinggal di rumah, aku harus masuk ‘sangkar’. Aku dikurung di dalam rumah dan
sangat terasing dari dunia luar, dan aku tidak boleh kembali ke dunia itu lagi
selama belum berada di sisi seorang suami, seorang lelaki yang asing sama
sekali, yang dipilihkan orang tua kami untuk mengawini kami, yang sesungguhnya
tanpa sepengatahuan kami”.
Memang
pendidikan bagi kaum perempuan waktu itu tidak terlalu penting untuk diterapkan
dalam diri kaum perempuan sehingga Kartini melawan hukum adat yang sudah lama
itu agar kaum perempuan mempunyai pengetahuan yang luas dan mengenali dunia
luar.
Semasa
mudanya Kartini terus melawan hukum adat yang bertentangan dengannya. Kini dalam semasa hidupnya Kartini menjadi pelopor
para gerekan feminisme di antara kaum muda Indonesia dan menimbulkan simpati
atas gerakan feminisme di Indonesia dan negara-negara lain.
Dalam
suratnya kepada Nyonya Abendanon pada tanggal 21 Januari 1901 bahwa kaum perempuan
harus dapat terlebih dahulu mengembangkan potensi diri agar dapat menjadi
ibu-ibu yang bisa diandalkan oleh generasi masa depan;
“Dari perempuanlah manusia pertama
kali menerima pendidikan dan makin lama makin jelas bagiku bahwa pendidikan
pertama kali itu bukan tanpa arti bagi seluruh kehidupan. Dan bagaimana ibu-ibu
bumiputra dapat mendidik anak-anaknya jika mereka sendiri tidak berpendidikan?
bukan hanya untuk perempuan saja, tetapi untuk seluruh masyarakat Indonesia,
pengajaran kepada anak-anak perempuan akan merupakan rahmat”.
Sudah
sangat jelas maksud dari isi surat yang dikirim Kartini kepada Nyai Abendanon,
bahwa kaum perempuan (ibu) adalah madrasah pertama bagi generasi masa depan.
Begitupun
juga dengan islam, yang selalu menjujung tinggi persamaan hak antar manusia, di
mata islam semua hamba Allah sama tidak ada dikotomi ras, jenis golongan dan
bangsa, mereka semua sederajat, hanya taqwa yang membedakan mereka di mata sang
kholiq. Hal seperti ini ditegaskan dalam Al-Qur’an surah Al-Hujurat ayat 13.
Artinya : “Hai manusia,
sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan
dan menjadikan kamu berbangsa – bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling
kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di sisi
Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha
mengetahui lagi Maha Mengenal”
Ayat
di atas menyiratkan bahwa dalam pandangan islam pun tidak ada diskriminasi
antar lelaki dan perempuan, semuanya sama mendapatkan kewajiban dan hak dalam
menuntut ilmu, bahkan kaum perempuan dalam hal ini harus diprioritaskan karena
merekalah tempat pendidikan pertama sebelum pendidikan yang lain diperoleh oleh
seorang anak.
Sedangkan
dalam surat yang ditulis pada 4 Oktober 1902 yang ditujukan kepada Profesor G. K. Anton dan Nyonya dari
Jena yang telah mengunjungi Jawa, Kartini menulis;
“Jika kami menginginkan pendidikan
dan pengajaran bagi kaum perempuan bukan karena kami ingin menjadikan perempuan
menjadi saingan lelaki”. (Cora Vreede-de Stuers Sejarah Perempuan Indonesia
Gerakan & Pencapaian, hlm ...)
Maksud
dari isi surat tersebut, bahwa perempuan harus lebih pandai melakukan tugas
yang begitu besar dalam tanggung jawabnya menjadi seorang ibu. Ibu adalah
seorang perempuan yang pertama kali menjadi pendidik umat manusia dan kepada
kaum ibu lah segala urusan rumah tangga diserahkan dan dibebani tugas besar
untuk mendidik anak-anaknya. Karena anak-anaknya cikal bakal generasi masa
depan dan akan menjadi anggota masyarakat ketika sudah beranjak dewasa. Untuk
itu, begitu penting pendidikan bagi anak-anak perempuan sebagai calon ibu yang
berpendidik. Dan menjadi seorang ibu yang cerdas dalam mendidik anak-anaknya
bukan untuk menjadi pesaing laki-laki.
Terimakasih
ibu telah mendidikku sampai dewasa ini dan terimakasih juga kepada almarhum
ayah yang telah mengajariku arti hidup dan kasih sayang.
Penulis adalah mahasiswa peteran
Mantap kaka
ReplyDeleteTerharu saya membacanya. Inget sama ibu dirumah
ReplyDeleteIstimewa sangaaatt om
ReplyDelete