HTI DAN POLITIK SONTOLOYO
Oleh : Fathur*
“yang lebih
penting dari politik adalah kemanusiaa”
(Gus dur)
Momentum pemilihan kepala daerah dari mulai
kepala desa sampai dengan kepala Negara selalu saja menjadi momentum yang
menggegerkan manusia dari yang muda sampai dengan yang tua, dari mulai tukang
becak sampai dengan pengangguran.
Perpolitikan Indonesia sekarang ini memasuki
suasana yang agak memanas, pasalnya kurang lebih 4-5 Bulan lagi, Indonesia akan
melakukan pesta rakyat yang paling besar, yakni Pemilihan Presiden yang
calonnya lagi-lagi hanya dua paslon saja.
Dalam jangka waktu yang relatif dekat dalam
Pilpres banyak sekali sesuatu yang ‘ujug-ujug’ menarik untuk menjadi
sorotan masyarakat Indonesia, seperti halnya istilah “Politik sontoloyo” dan
“politik Genderuwo” yang dikeluarkan oleh Presiden Joko Widodo dalam
beberapa Pidatonya.
Menurut Beliau Politik Sontoloyo itu
disematkan pada Politisi-Politisi yang dalam Proses politik melakukan segala
sesuatu yang Cenderung tidak sehat, tujuannya adalah untuk bisa menyerang lawan
politiknya dan untuk mencapai tujuang yang diingininya.
Di masyarakat “Politik Sontoloyo” itu
akan bisa kita lihat secara langsung, contohnya seperti munculnya Politik
identitas yang selalu dikampayekan oleh Ormas Islam semacam FPI, MIUMI, MMI dan
HTI (sudah dibubarkan). Dengan dalih banyaknya kesenjangan yang terlalu jauh
dalam lapisan Masyarakat (terutama Ekonomi), seperti halnya kemiskinan yang ada
dimana-mana itu disebabkan pemimpin yang korup dan aturan yang tidak jelas dan
tegas dalam menangani sebuah kesalahan dalam system pemerintahan.
Mereka menginginkan adanya sebuah system Islam
yang mana segala sesuatunya diatur secara Islami (Syariah). Dalam contoh yang
lain semakin banyaknya masyarakat mempertajam perbedaan antara Islam dan Non
Islam. Hal demikian bisa kita lihat seperti dalam Pakaian, Makanan, Waralaba,
tempat tinggal dan yang lain sebagainya disematkan Label Islam.
Jadi sudah tidak aneh apabila dalam partai
Politikpun disematkan Label Islam, sehingga mereka secara langsung sudah mewartakan
pada seluruh masyarakat untuk membedakan antara Partai Islam dan partai yang
non Islam.
Bagi saya wajahnya islampun belum tentu di dalamnya
memang benar islam, sebab berbicara partai politik ujungnya tetap saja untuk
kepentingan golongan atau orang-orang tertentu yang terlibat didalamnya,
contohnya saja FPI yang mengaku Ormas paling Islam, pimpinan tertingginya malah
kesandung kasus Pornografi dengan anggotanya sendiri, Ironi bukan?
Dalam contoh yang lain sewaktu ada kasus
pembakaran bendera yang bertuliskan kalimat tauhid yang bagi saya itu adalah
bendera HTI, hampir disetiap daerah menggelar acara protes dalam bentuk
Demonstrasi. Salah satunya di Kota Cirebon, saya akan sedikit bercerita sewaktu
demo tersebut berlangsung.
Waktu aksi “Bela tauhid” di Kota Cirebon digelar di Alun-alun Kejaksan
depan Masjid At-taqwa Kota Cirebon dan dilakukan Ba’da duhur, saya datang
bersama kawan-kawan saya untuk melihat, diantaranya 2 orang perempuan. Karena
saya butuh Informasi untuk kebutuhan Pers Kampus, maka saya meminta Bantuan
kepada kawan-kawan saya untuk membaur dalam masa aksi, saya dan kawan saya yang
laki-laki membaur pada masa aksi laki-laki sedang dua orang kawan perempuan
saya membaur dengan peserta aksi perempuan.
Sewaktu saya melakukan wawancara dengan beberapa
peserta aksi tiba-tiba, ada peserta aksi dedekat saya yang terus memandangi
kawan perempuan saya, kemudian tiba-tiba saja dia nyletuk pada temannya
yang sedang saya wawancarai “Duh Cantik banget ya cewe itu, panas-panas gini
kayanya enak minum Susunya dia” saya sontak kaget dan mendekati peserta aksi
itu, “itu kawanku bang, mau tak kenalin?” saya bilang padanya sambil
tersenyum, dia salah tingkah dan hanya diam saja. Sebuah Ironi dalam aksi bela
Kalimat tauhid katanya, malah begitu didalamnya.
Apalagi orasi-orasi yang ada dalam aksi
tersebut banyak mengeluarkan kata-kata yang tidak pantas untuk didengar seperti
halnya “Pemerintah bajingan, pemerintah bangsat” sungguh sangat tidak
pantas bukan? Silahkan Nilai sendiri.
Dalam momentum Pilpres ini kita dipaksa untuk
memutar kembali cerita tentang penangkapan Ahok yang telah divonis menistakan
Agama Islam lewat komentarnya terkait Surat Al-maidah, silahkan kawan-kawan
lihat sendiri yang katanya bela islam tetap saja kan motifnya adalah kursi
Gubernur DKI Jakarta. Sekarang polarisasi Gerakan yang dilakukan oleh mereka
hampir sama yakni menggunakan Agama Sebagai Alat untuk bisa mendongkrak suara,
sehingga mereka bisa mendapatkan Singgasana Kekuasaan.
Nah kawan-kawan, terlepas daripada itu semua mari
kita bersama-sama berfikir dan menyaring setiap hal yang datang pada kita,
sebab hari ini kita tengah berada dalam pusaran kepentingan dari berbagai
pihak, baik itu yang bernafas Nasionalis, Demokratis ataupun Islamis. Tapi
bukan juga untuk menutup mata terhadap Politik, sebab kalo kita tidak ikut
berkontribusi dalam kontestasi Politik maka kita jangan harap bahwa kita akan
bisa ikut berkontribusi untuk perubahan Bangsa yang lebih baik.
Meminjam Kata-kata dari Nusron Wahid yakni “Kalo
orang benar mengalah, maka jangan kaget apabila orang gila yang menang dan
berkuasa” maka kurang lebih kitapun harus ikut dalam menjaga stabilitas dan
kemajuan NKRI. Demikian semoga bermanfaat.
*Penulis
adalah bocah yang menjadi muridnya bocah angon
No comments:
Post a Comment