Thursday, 29 November 2018

PSSI BISA APA?


PSSI BISA APA?
Oleh : Fathur*


Sepak bola adalah olahraga yang hampir diminati kebanyakan orang di hampir setiap Negara, tidak terkecuali Indonesia. Bagi Negara berkembang seperti Indonesia, sepak bola menjadi olahraga yang sangat bergengsi dan juga sebagai salah satu sarana untuk bisa mengharumkan bangsa dan negara, agar bisa bersaing dengan Negara-negara lainnya.
Sepak bola Indonesia dalam perjalanannya banyak melalui aral yang melintang, drama-drama dalam setiap pertandingan sepak bola, sampai dengan menejerial organisasi dalam pengurus-pengurus sepak bola tanah air, dari KONI sampai dengan PSSI.
Bahkan muncul dagelan istilah ‘Sepak Bola Gajah’ yang berarti para pemainnya sengaja mengalah agar tidak memenangkan pertandingan. Aneh bukan? Dalam setiap pertandingan setiap tim pasti menginginkan kemenangan, tapi dalam sepak bola gajah justru setiap tim berlomba-lomba untuk kalah. Contohnya adalah ketika piala tiger 1998 Indonesia vs Thailand, bukannya berlomba-lomba untuk bisa menang tapi malah berlomba-lomba kalah agar tidak bertemu dengan Vietnam waktu itu selaku tuan rumah dan dianggap begitu menakutkan.
Istilah ‘sepak bola gajah’ di Indonesia itu untuk istilah para Bandar judi yang melakukan pengaturan skor dan segala sesuatu yang berkaitan dengan kompetisi sepak bola Indonesia. Seharusnya setiap klub barmain untuk menang tapi justru bermain untuk kalah, adanya gol-gol bunuh diri yang dilakukan oleh para pemain, seperti yang terjadi ketika pertandingan antara PSS Sleman kontra Madura FC.
Bagi kita-kita masyarakat biasa yang hanya tau luarannya saja, ini tamparan keras dan seolah menjadi sebuah bom yang menjadi virus yang sedikit demi sedikit mengikis dan menggrogoti asa setiap suporter yang sudah menjadikan timnas Indonesia sebagai jiwa raganya.
Kebobrokan system sepak bola Indonesia memang menjadi rahasi umum bagi masyarakat dan pemain-pemain Bola Indonesia, hanya saja kami sebagai masyarakat tidak pernah berfikir sampai dengan sejauh itu, kami kira hanya sebatas ketidak tranparan soal keuangan yang ada di PSSI seperti yang dikatakan oleh Tommy Apeantono ASPROV PSSI Jawa Barat, tapi ternyata lebih dari itu banyak oknum yang ikut bermain dalam judi dan pengaturan skor dalam kompetisi sepak bola Indonesia.
Kalo sahabat andon nonton Program Mata Najwa sore tadi, maka semakin terlihat fakta-fakta kebobrokkan yang terjadi dalam kompetisi Sepak Bola Indonesia, bahkan dikatakan salah satu Nara Sumber pengaturan skor juga pernah melibatkan Timnas Indonesia. Betapa sedihnya seluruh supporter Indonesia yang menonton program tersebut. ‘Remuk Ajur’ rasanya mendengar hal tersebut, bagaimana tidak? Para atlet yang berjuanag keras dan mati-matian untuk memberikan yang terbaik bagi bangsa dan Negara justru malah diciderai dengan hal-hal semacam itu.
Santernya issue yang menimpa sepak bola Indonesia dari mulai kegagalan timnas di AFF sampai dengan perhatian Ketua PSSI yang terbagi akibat menjadi Gubernur Sumatra Utara, menjadi perhatian setiap kalangan tak terkecuali Kementrian Penuda dan Olahraga sendiri.
Pengaturan pertandingan atau yang biasa disebut ‘Match fixing’ sudah menjadi sebuah kebiasaan yang sangat merugikan bagi dunia dan prestasi sepak bola Indonesia. Istilah ini sebenarnya sudah lama dikenal dalam dunia olahraga, namun dewasa ini sudah banyak sekali jenis ‘match fixing’.
Dikutip dari laman www.mainbasket.com menurut kementrian budaya Norwegia, ada tiga jenis manipulasi atau kecurangan dalam pertandingan. Pertama adalah ‘match fixing’ yaitu aktifitas yang melibatkan seluruh tim atau sebagian yang sengaja dibayar untuk mengalah, seperti dalam pertandingan sepak bola.
Kedua adalah ‘spot fixing’  yaitu pengaturan pertandingan pada saat-saat tertentu ketika pertandingan berjalan, tanpa mempengaruhi hasil akhir. Contohnya dalam pertandingan sepak bola, wasit menganggap pelanggaran biasa namun dianggap pelanggaran serius sehingga mengakibatkan tendangan pinalti.
Ketiga adalah ‘point shaving’ yaitu melibatkan skor, tetapi bukan merupakan hasil akhir. Misalnya dalam sebuah pertandingan Bolaq basket, sebuah tim dibayar untuk menahan perolehan poin lawan agar margin tidak lebih dari 10 poin dalam bola basket.
Bagi kami terlepas apapun itu istilahnya pertandingan yang sportif adalah pertandingan yang kami impikan dan kami harapkan, menang ataupun kalah itu sudah biasa, tapi kalau sudah ada kecurangan maka itu adalah hal yang tidak bisa dimaafkan bagi siapapun juga. Terutama bagi orang-orang yang terlibat dalam kompetisi olahraga. Seperti atletnya, pelatihnya atau siapapun yang terlibat didalamnya.
Semoga ‘match fixing’ tidak lagi menjadi momok yang menakutkan bagi Olahraga indonesi khususnya dalam sepak bola, Sebagai penutup meminjam kata-kata Mba Najwa Syihab “PSSI dan prestasi macam dua ujung yang sulit bertemu, karena trofi hanya untuk federasi yang bermutu”


Salam dari Tjirebon
*penulis adalah bocah muridnya bocah angon

Wednesday, 14 November 2018

HTI DAN POLITIK SONTOLOYO


HTI DAN POLITIK SONTOLOYO
Oleh : Fathur*


“yang lebih penting dari politik adalah kemanusiaa”
(Gus dur)
Momentum pemilihan kepala daerah dari mulai kepala desa sampai dengan kepala Negara selalu saja menjadi momentum yang menggegerkan manusia dari yang muda sampai dengan yang tua, dari mulai tukang becak sampai dengan pengangguran.
Perpolitikan Indonesia sekarang ini memasuki suasana yang agak memanas, pasalnya kurang lebih 4-5 Bulan lagi, Indonesia akan melakukan pesta rakyat yang paling besar, yakni Pemilihan Presiden yang calonnya lagi-lagi hanya dua paslon saja.
Dalam jangka waktu yang relatif dekat dalam Pilpres banyak sekali sesuatu yang ‘ujug-ujug’ menarik untuk menjadi sorotan masyarakat Indonesia, seperti halnya istilah “Politik sontoloyo” dan “politik Genderuwo” yang dikeluarkan oleh Presiden Joko Widodo dalam beberapa Pidatonya.
Menurut Beliau Politik Sontoloyo itu disematkan pada Politisi-Politisi yang dalam Proses politik melakukan segala sesuatu yang Cenderung tidak sehat, tujuannya adalah untuk bisa menyerang lawan politiknya dan untuk mencapai tujuang yang diingininya.  
Di masyarakat “Politik Sontoloyo” itu akan bisa kita lihat secara langsung, contohnya seperti munculnya Politik identitas yang selalu dikampayekan oleh Ormas Islam semacam FPI, MIUMI, MMI dan HTI (sudah dibubarkan). Dengan dalih banyaknya kesenjangan yang terlalu jauh dalam lapisan Masyarakat (terutama Ekonomi), seperti halnya kemiskinan yang ada dimana-mana itu disebabkan pemimpin yang korup dan aturan yang tidak jelas dan tegas dalam menangani sebuah kesalahan dalam system pemerintahan.
Mereka menginginkan adanya sebuah system Islam yang mana segala sesuatunya diatur secara Islami (Syariah). Dalam contoh yang lain semakin banyaknya masyarakat mempertajam perbedaan antara Islam dan Non Islam. Hal demikian bisa kita lihat seperti dalam Pakaian, Makanan, Waralaba, tempat tinggal dan yang lain sebagainya disematkan Label Islam.
Jadi sudah tidak aneh apabila dalam partai Politikpun disematkan Label Islam, sehingga mereka secara langsung sudah mewartakan pada seluruh masyarakat untuk membedakan antara Partai Islam dan partai yang non Islam.


Bagi saya wajahnya islampun belum tentu di dalamnya memang benar islam, sebab berbicara partai politik ujungnya tetap saja untuk kepentingan golongan atau orang-orang tertentu yang terlibat didalamnya, contohnya saja FPI yang mengaku Ormas paling Islam, pimpinan tertingginya malah kesandung kasus Pornografi dengan anggotanya sendiri, Ironi bukan?
Dalam contoh yang lain sewaktu ada kasus pembakaran bendera yang bertuliskan kalimat tauhid yang bagi saya itu adalah bendera HTI, hampir disetiap daerah menggelar acara protes dalam bentuk Demonstrasi. Salah satunya di Kota Cirebon, saya akan sedikit bercerita sewaktu demo tersebut berlangsung.
Waktu aksi “Bela tauhid”  di Kota Cirebon digelar di Alun-alun Kejaksan depan Masjid At-taqwa Kota Cirebon dan dilakukan Ba’da duhur, saya datang bersama kawan-kawan saya untuk melihat, diantaranya 2 orang perempuan. Karena saya butuh Informasi untuk kebutuhan Pers Kampus, maka saya meminta Bantuan kepada kawan-kawan saya untuk membaur dalam masa aksi, saya dan kawan saya yang laki-laki membaur pada masa aksi laki-laki sedang dua orang kawan perempuan saya membaur dengan peserta aksi perempuan.
Sewaktu saya melakukan wawancara dengan beberapa peserta aksi tiba-tiba, ada peserta aksi dedekat saya yang terus memandangi kawan perempuan saya, kemudian tiba-tiba saja dia nyletuk pada temannya yang sedang saya wawancarai “Duh Cantik banget ya cewe itu, panas-panas gini kayanya enak minum Susunya dia” saya sontak kaget dan mendekati peserta aksi itu, “itu kawanku bang, mau tak kenalin?” saya bilang padanya sambil tersenyum, dia salah tingkah dan hanya diam saja. Sebuah Ironi dalam aksi bela Kalimat tauhid katanya, malah begitu didalamnya.
Apalagi orasi-orasi yang ada dalam aksi tersebut banyak mengeluarkan kata-kata yang tidak pantas untuk didengar seperti halnya “Pemerintah bajingan, pemerintah bangsat” sungguh sangat tidak pantas bukan? Silahkan Nilai sendiri.
Dalam momentum Pilpres ini kita dipaksa untuk memutar kembali cerita tentang penangkapan Ahok yang telah divonis menistakan Agama Islam lewat komentarnya terkait Surat Al-maidah, silahkan kawan-kawan lihat sendiri yang katanya bela islam tetap saja kan motifnya adalah kursi Gubernur DKI Jakarta. Sekarang polarisasi Gerakan yang dilakukan oleh mereka hampir sama yakni menggunakan Agama Sebagai Alat untuk bisa mendongkrak suara, sehingga mereka bisa mendapatkan Singgasana Kekuasaan.
Nah kawan-kawan, terlepas daripada itu semua mari kita bersama-sama berfikir dan menyaring setiap hal yang datang pada kita, sebab hari ini kita tengah berada dalam pusaran kepentingan dari berbagai pihak, baik itu yang bernafas Nasionalis, Demokratis ataupun Islamis. Tapi bukan juga untuk menutup mata terhadap Politik, sebab kalo kita tidak ikut berkontribusi dalam kontestasi Politik maka kita jangan harap bahwa kita akan bisa ikut berkontribusi untuk perubahan Bangsa yang lebih baik.
Meminjam Kata-kata dari Nusron Wahid yakni “Kalo orang benar mengalah, maka jangan kaget apabila orang gila yang menang dan berkuasa” maka kurang lebih kitapun harus ikut dalam menjaga stabilitas dan kemajuan NKRI. Demikian semoga bermanfaat.

*Penulis adalah bocah yang menjadi muridnya bocah angon

Saturday, 10 November 2018

SEBUAH ELMU; TUTORIAL AGAR WEDHUS ENGGAK DOYAN TANAMAN PADI


SEBUAH ELMU; TUTORIAL AGAR WEDHUS ENGGAK DOYAN TANAMAN PADI
Oleh: Mutho AW*


Mula-mula, saya mau minta maaf apabila tulisan ini tidak kekinian, tidak millenialable. Tapi, saya mikir-mikir ada pentingnya juga saya menulis tutorial ini. Ada beberapa alasan mengapa saya menulis tutorial ini.
Pertama, dengan tulisan ini setidaknya pengakuan diri kalau saya ini mantan bocah angon bisa lebih kuat dan jejeg. Kedua, saya yakin masih ada bocah angon di era yang serba modern teknologis ini. Di pesantren saya dulu, pemulung saja punya hape bagus, apalagi bocah angon. Insya Allah mereka bisa mengakses tulisan ini dan saya yakin 200,2% bermanfaat untuk mereka, amin. Ketiga, menulis ini bak jatuh cinta pada pandangan pertama, saya nulis ngalir saja, seperti tetesan embun turun dari lubang hidung.
Okela, pak-bapak bu-ibu, sodara-sodari, perlu diketahui bahwa salah satu ujian (ingat ujian, bukan azab!) seorang bocah angon wedhus adalah kerumunan tanaman padi yang berjajar di pinggiran jalan tempat wedhus lewat, atau pesawahan dekat tempat angon. Mengapa ini ujian? Ya sebab itu bukan makanan wedhus, padi itu modal makan manusia. Teteww!
Engga-engga. Maksud saya jika wedhus kita (kita? Ya anggap saja kita ini bocah angon) memakan tanaman padi, ini berabe bin bahaya. Bukan sebab wedhus kita akan keracunan atau tiba-tiba wedhus kita bisa berteriak “takbiiir!”, bukan, bukan itu. Menurut Waduloh tetangga saya plus maskot saya punya kampung, jika wedhus kita sampai memakan tanaman padi, itu artinya kita belumlah menjadi bocah angon yang profesional. Dan tentu hal tersebut akan memancing amuk si pemilik tanaman padi. Bisa-bisa wedhus kita dihantam oleh hoax, lha, dihantam menggunakan sepilar kayu. Kan kesian.
Dulu banget, semasa masih angon wedhus saya sempat heran lha kok bisa wedhus-wedhus milik teman saya sama sekali tidak doyan tanaman padi. Sampai-sampai wedhus teman saya lewat pematang sawah pun aman-aman saja alias tak ada pucuk daun padi yang temakan pun. Ajib memang. Ternyata eh usut punya usut, teman saya memiliki elmu turunan dari orangtuanya. Hmmm. Saya penasaran kan. Anda juga?
Rasa penasaran dan kepengin menyeret saya untuk langsung tanpa grasa-grusu bertanya pada teman saya itu.
“Mid, apa gerangan yang membikin engkau punya wedhus tidaklah doyan tanaman padi?”
“Oh, ho ho hohuwow. Apa hak Anda menanyakan itu?”
“Ellaaaaa. Mid, engkau dan saya adalah teman, ingat, kita adalah teman.”
“Ohiya, lupa. Qiqiqiqi. Jadi gini ... bla bla bla.”
Nah, saya namai elmu  dari si Takmid yang saya jadikan tutorial ini “elmu wedhus mingkem cangkem”.
Pada prinsipnya elmu wedhus mingkem cangkem tidak perlu ditirakati dan dipuasai. Ini elmu cukup diamalkan dengan hati-hati dan penuh keberanian mental dan spiritual. Ini tidak baik dipraktikkan oleh seorang berpenyakitan jantung atau ibu-ibu hamil, juga bagi Anda yang tidak punya wedhus dan enggan pinjam wedhus.
Perhatikan step by step di bawah ini dengan seksama dan dalam tempo jang sesingkat-singkatnja!
1.    Siapkan wedhus yang paling doyan tanaman padi
Oke, tentu yang pertama yang harus diperhatikan adalah memilih dan memilah wedhus. Utamakan dulu wedhus yang paling doyang tanaman padi. Jika Anda tidak punya wedhus, ya bisa pinjam atau beli. Banyak kok di tukang ternak. Oke?
2.    Anda cangcang (ikat) wedhus yang sudah berada di pelukan Anda
Kedua, agar wedhus yang sudah Anda pilih itu tidak kabur kemudian teriak-teriak di jalanan, maka perlu untuk dicangcang atau diikat. Ini juga bisa dilakukan dengan cara leher si wedhus diapit oleh kedua paha Anda. Tapi, nggak deh, diiket aja. Soalnya entar membutuhkan pemeran tambahan.
3.    Jangan lupa siapkan daun padi dan tai wedhus yang masih anget baru jebrol
Nah iya, lupa. Harusnya ini ditulis di muka. Tapi enggak apa-apa deh. Sekarang silakan ambil daun padi secukupnya dan tai wedhus yang masih angetan. Jika Anda jijik bisa sewa tetangga atau saudara Anda.
4.    Ini step terakhir yang keempat
Setelah Anda peroleh daun padi dan tai wedhus angetan itu, campurlah keduanya. Dulu sih, saya tak aduk-aduk begitu aja di tangan. Intinya itu tai wedhus dan daun padi diaduk, dicampur. Usai dirasa telah menyatu antara keduanya, usap-usapkan campuran itu ke bibir wedhus. Ingat, secara merata. Hingga tiada sesenti pun bibir wedhus yang tidak diusap.
Terereeeeeng. Selesai sudah.
Insya Allah, dengan aroma tainya sendiri yang bercampur dengan aroma daun padi, wedhus itu enggak akan doyan tanaman padi. Kalaupun masih doyan, itu bukan salah saya ya. Mungkin wedhus Anda terlalu rakus. Wkwkwk.
Salam wedhus!
*Penulis adalah Bocah Angon yang lagi Sekolah S2


APA PERBEDAAN ANTARA KECEBONG DAN KAMPRET?


APA PERBEDAAN ANTARA KECEBONG DAN KAMPRET?
Oleh: Mutho AW*

http://pontianak.tribunnews.com/2018/07/11/hentikan-sebutan-kecebong-kampret


Apa yang akan Anda lakukan jika ada teman nanyain hasil dari dua tambah dua? Apa Anda akan menjawabnya? Anda akan ngakak sambil menendang teman itu? Atau Anda akan memilih respon unik sendiri yang tentu akan sangat sulit saya tuliskan sekarang sebab Anda telat menjawabnya atau saya keburu nulis duluan?
Terserah Anda mau menanggapi seperti apa. Tapi, kalau Anda menjawabnya dengan bilang “dua”, saya bisa memastikan Anda termasuk orang-orang yang kurang ngaca. Anda kurang melakukan refleksi diri, meditasi, merenung, ngasah akal sehat, dan segala daya upaya yang bertujuan untuk mengajegkan diri kalau Anda itu manusia waras. Eh maaf, tidak bermaksud. Ini hanya kesengajaan yang diakui.
Begini, Saudara-saudara, Handai-taulan, Dulur-batur budiman sekalian. Setelah sekian lama saya berlayar, berenang, dan menyelam di lautan media sosial, saya punya asumsi kalau sebagian besar dari kita ini kurang memiliki kepekaan menangkap fenomena atau realitas-konteks yang tangguh. Semisal pertanyaan di atas. Jika Anda mahasiswa, yang nanya mahasiswa, masa mau dijawab? wkwkwk. Bisa saja pertanyaan itu tujuannya ngece, yakan? Kecuali itu, yang nanya orok yang baru mbrojol.
Ada premis begini;
“Segala hal itu tidak terlepas dari konteks yang dipergokinya.”
Pun juga redaksi hadits atau wahyu gusti Alloh yang diturunkan kepada kanjeng Nabi. Contohnya, hadits tentang larangan melukis atau membuat patung. Anda-anda pernah dengar kan? Nah, menurut guru Ngaji saya, konteks dari hadits tersebut sebab kekhawatiran Nabi akan disembahnya lukisan makhluk hidup atau patung yang dibuat. Sebab, pada masa itu orang-orang Arab sana masih banyak yang menyembah berhala. So-jadi, jika konteksnya hari ini? Kayaknya enggak deh. Makanya, sekarang-sekarang banyak tuh santri yang jadi pelukis atau pemahat patung. Teman saya juga ada, namanya Kang Dayat. Mau kenalan?

http://rfwahyudi.blogspot.com/2017/12/menghewankan-manusia.html

Ketangguhan menatap dan menilai konteks, tentu ini berbanding lurus dengan ketajaman dan kejernihan akal sehat. Nahlo, bagaimana akal sehat mau tajam dan jernih sedang sajian medsos yang memang ruang paling besar dan ramai dibanding ruang hidup lain isinya itu hoax melulu? Dan dungunya sebagian besar dari kita itu auto percaya, auto share. Sungguh peradaban yang mundur di tengah kebanggaan akan modernism dan kemajuan teknologi. Masyarakaaaaat!
Negara lain sudah mahir bikin pesawat, silet, jarum jahit karung padi, berdebat soal efisiensi fisika nuklir, bangsa kita masih ribut dan rajin produksi dan menyebarkan hoaks. Weka-weka-weka. Negara lain sudah membikin tentara robo-automathic, kita masih sibuk ngurusin “ini ada dalilnya enggak?”, “eh itu kan enggak diajarin oleh Nabi!”. Lhadhalaah.
Sebab hoaks juga ujaran kebencian yang, naas memang jadi generasi sekarang, auto diamini lalu didakwahkan sebab datang dari kelompoknya yang diyakini sebagai “paling nyurga”, sebagian besar dari kita sangat mudah sekali mencaci, memberikan air garam pada borok sesama bangsanya, mengejek Kiai-Ulama; kita jadi bangsa gampangan, kurang punya kewolesan analisis. Kita gampang baper, gampang sewot, gampang mbentak-mbentak, sampai-sampai nama gusti Alloh jadi simbol bentakan; takbiiir!
Yang paling lucu, bagi saya, ada seorang turunan khabieb yang oleh sebab beda pandangan politik juga mungkin rasa benci yang mensumsum-kulit, sampai melakukan propaganda kalaupun wakil dari pak Jokowi itu adalah malaikat sekalipun jangan sampai dipilih. Mungkin sudah masuk kategori “haram” memilih pak Jokowi. Ckckck. Bagi saya ini lucu. Untung enggak ada pasal penistaan malaikat. Untung deh ya. Kalaupun ada, saya sih enggak bakalan tuh ngelaporin antum, bieeb. Sayah mah woles orangnya. Sayah mah cerdas. Aih!
Wahiya, apa perbedaan antara kecebong dan kampret?


*Penulis adalah Bocah Angon yang lagi Sekolah S2


Thursday, 8 November 2018

WALI SONGO : STRATEGI DALAM PENYEBARAN ISLAM DI NUSANTARA


Oleh : Muhammad Surya (uya)

Sejarawan Mc Ricklefs menyatakatan, bahwa ; "Pada sejarah Indonesia modern 1200 - 2008 ia menegaskan bahwa penyebaran Islam salah satu proses yang sangat penting dalam sejarah Indonesia, tapi juga paling tidak jelas.

Menurut Ricklefs, sejarah perkembangan Islam di Indonesia menjadi sangat penting dalam perkembangan sejarah di Indonesia.

Ricklefs lahir tahun 1943 di Australia, ia memiliki otoritas pada sejarah Jawa dan Nusantara pada tahun 1600 - 1900 an, sehingga ia paham betul tentang penyebaran Islam di Nusantara. 

Memang sangat menarik ketika kita kilas balik pada kehidupan zaman dulu. Buktinya sejarah itu ada, bahwa dulu ada kehidupan sebelum kehidupan sekarang.

Sang proklamatorpun selalu mengingatkan kepada para pemuda untuk tidak melupaka sejarah, dengan slogannya Jas Merah (jangan sekali-kali melupakan sejarah), itulah ciri khas Bung Karno bapak bangsa kita.

Kemerdekaan Indonesia tak lepas dari sejarah penyebaran islam di Nusantara. Meskipun tidak jelas, kata Ricklefs. Kenapa bisa disebut tidak jelas? Karena, penyebaran islam sedari dulu memang sudah ada, dilakukan pada tahun 674 M, yang pada waktu itu kerajaan Kalingga telah kehadiran para saudagar dari Arab yang sudah memasuki wilayah Nusantara.

Penyebaran islam di Nusantara di dasari oleh hadist Nabi Muhammad Saw, yang berbunyi ; "Ballighu anni walau ayatan" artinya ; sampaikan apa yang dari aku walaupun satu ayat. Sehingga hadist tersebut sangat meyakinkan para saudagar Arab untuk menyebarkan islam di Nusantara.

Sedangkan menurut sejarawan Wheatly dalam Golden Khersones, jalur penghubung Arab dengan Nusantara jauh terbangun sebelum islam ada. Namun sejarah mencatat, sampai berabad-abad kemudian agama islam di Nusatara lebih banyak dianut oleh penduduk asing asal Cina, Arab dan Persia.


Para saudagar Arab selain berniaga di Nusantara, mereka juga bermaksud menyebarkan islam di Nusantara. 

Sehingga pada abad ke-13. Marcopolo kembali ke Cina lewat laut melalui Teluk Persia. Bahwa kapal yang ditumpanginya singgah di Negeri Perlak dan ia melihat ada tiga golongan masyarakat, yaitu masyarakat muslim Cina, Persia-Arab, serta penduduk pribumi yang masih memuja roh-roh. 

Catatan sejarahpun disebutkan, selama tujuhkalinya muhibah ke Nusantara juru tulis Cheng Ho mencatat bahwa ajaran Islam di Nusantara belum dianut oleh kalangan pribumi Nusantara.

Ma Huan yang mengikuti kunjungan Cheng Ho ketujuh pada tahun 1433 ia mencatat bahwa penduduk yang tinggal di sepanjang pantai utara Jawa terdiri atas tiga golongan, muslim Cina, Persia-Arab dan pribumi Nusantara yang masih kafir dan memuja roh-roh. Dalam berkunjungnya Cheng Ho ke Nusantara sejak tahun 674 M sampai dengan 1433 M, dalam retan waktu sekitar seribu tahun, agama Islam belum dianut secara umum oleh pribumi Nusantara.



Munculnya Wali Songo ...
Pada perempat akhir abad ke-15 hingga abad ke-16 muncullah Wali Songo sekumpulan penyebar Islam pada abad tersebut, dan menjadi tonggak terpenting dalam sejarah penyebaran Islam di Jawa dan Nusantara, dikatakan sebagai tonggak terpenting dalam sejarah penyebaran Islam di Nusantara, dikarenakan kedatangan saudagar-saudagar Arab ke Nusantara pada tahun 674 M selain berniaga, bermaksud untuk menyebarkan Islam di Nusantara. 

Namun penyebaran Islam yang dilakukan oleh para saudagar Arab tidak serta merta diikuti oleh penduduk pribumi Nusantara dengan secara massif, sampai munculnya para penyebar Islam di Jawa dan Nusantara yang dikenal dengan sebutan Wali Songo, yang makam-makamnya masih di hormati dan dijadikan tempat penziarahan oleh masyarakat Indonesia.

Hampir seribu tahun pribumi Nusantara belum menganut agama Islam secara menyeluruh, pribumi Nusantara kala itu masih memuja roh-roh dan tak beragama. Dengan secara perlahan Wali Songo mengislamkan pribumi Nusantara dengan strategi yang tak mengusik sedikitpun adat dan lingkungan sekitar masyarakat. Dalam dakwahnya Wali Songo menerapkan tiga strategi dakwah. Tiga starategi dakwah itu diterapkan kepada masyarkat dengan menyesuaikan lingkungan dan adat istiadat.




STRATEGI DAKWAH WALI SONGO
Sebelum menyebarkan Islam di Nusantara. Para wali sudah mengsistem strategi dengan secara matang. Strategi yang digunakan para wali tidak sembarang strategi, karena para wali tidak ingin mengusik tradisi Nusantara yang banyak keanekaragaman dan tradisi lama.

Para wali memperkenalkan Islam tidak secara instan, karena itu para wali merumuskan strategi jangka panjang. Tak masalah harus mengenalkan Islam ke anak-anak, karena mereka penerus masa depan bangsa ini.

Strategi yang dilakukan para wali mencocokan lingkungan masing-masing.

Ketika dipesantren. Para wali menerapkan strategi fiqhul ahkam. Strategi ini digunakan untuk mengenal dan menerapkan norma-norma keislaman dan mendalam agar mereka menjadi seorang muslim yang konsekuen. 

Namun ketika berada di lingkungan masyarakat. Para wali menerapkan strategi fiqhul dakwah. Strategi ini sangat penting diterapkan di kalangan masyarakat dan ajaran agama Islam diterapkan secara lentur serta menyesuaikan kondisi masyarakat dan tingkat pendidikannya. 

Selanjutnya strategi fiqhul hikmah. Strategi ini paling tinggi diantara kedua strategi sebelumnya. Dalam strategi ini, dimana ajarana Islam bisa diterima oleh semua kalangan termasuk diterima oleh kalangan rohaniwan Hindu dan Budha serta kepercayaan lainnya.

Selain tiga strategi itu. Masih ada strategi lainnya yang dilakukan oleh para wali. Strategi yang pertama tadrij (bertahap) tidak ada ajaran agama yang dilakukan secara spontan. 

Semuanya melalui proses, meskipun bertentangan dengan syariat agama, semacam meperbolehkan minum tuak, memakan daging babi, tapi ini hanya strategi. Strategi yang kedua adamul haraj (tidak menyakiti) para wali membawa Islam ke Nusantara dengan tidak mengusik agama mereka sebelumnya, dan tradisi adat mereka namun para wali memperkuat dengan secara Islami.

Hampir 90% masyarakat Nusantara di Islamkan oleh Waling Songo dengan cara tidak mengusik tradisi, agama dan kepercayaan lainnya. Pada akhirnya, hingga sekarang Nusantara atau nama lainnya Indonesia masih diisi oleh keanekaragaman, bahasa dan keyakinan (agama). Indonesia negara yang beragam agamanya, bahasanya, warana kulitnya, tradisinya.

Serta toleransilah yang diajarkan Wali Songo kepada para ulama dan penerus bangsa. Sehingga tak akan mudah beberapa oknum ormas yang ingin merubah sistem kenegaraan ini menjadi sistem negara yang islamiah, karena Indonesia negara yang beragam, dan mencintai sesama, tak ada perbedaan di negeri ini, kita semua sama, ya itu bangsa Indonesia. Wali Songo mengajarkan kepada para ulama dan santri serta masyarakat untuk saling menghormati bukan untuk saling membenci.

Sekian. Terimakasih.

***Penulis Adalah Pecinta Anime One Piece

Sunday, 4 November 2018

SIAPA MAHASISWA?







Oleh : Muhammad Surya

Siapa Mahasiswa?
Apa sajah yang dilakukan Mahasiswa?
Apa pentingnya Mahasiswa untuk Masyarakat?

Tiga Pertanyaan yang sangat lugas mengenai mahasiswa. 

Menurut Wikipedia, “Mahasiswa adalah sebutan bagi orang yang menempuh pendidikan tinggi di sebuah perguruan tinggi yang terdiri atas dari sekolah tinggi, akademi, dan yang paling umum adalah universitas”. Mahasiswa tidak jauh dari, universitas, kampus, pendidikan, penelitian dan pengabdian, sebagaimana dalam Tri Dharma Perguruan Tinggi. Yang dilakukan Mahasiswa tak jauh dari pengenalan (bagi Mahasiswa baru), setelah itu menyusun makalah, presentasi, diskusi (diskusi ketika ada mata kuliah saja) jalan-jalan, nongkrong di mall atau di warung kopi samping jalan raya sambil selfi-selfi dengan gaya mulut yang menjorok ke depan seperti bebek, dan menunggu kabar dari dosen untuk masuk kelas atau tidak, kuliah pulang – kuliah pulang (kupu – kupu), kuliah dagang – kuliah dagang (Kuda – kuda), ada juga mahasiswa yang kuliah kerja – kuliah kerja. Itulah yang sering dilakukan mahasiswa sekarang.

Menurut masyarakat awam, mahasiswa sebagai seorang terpelajar dari universitas, yang bakal jadi calon sarjana, serta pandai dalam segala hal apapun, mereka telah menilai bahwa mahasiswa sebagai masyarakat yang terdidik. Untuk itu mereka lebih menghormati kepada mahasiswa. Ya, tentu saja mahasiswa tidak hanya melakukan, hal-hal yang diatas. Selain itu Mahasiswa juga harus peka terhadap kejadian sosial, lingkungan, dan alam yang berada di sekitarnya.

Apagunanya Tri Dharama Perguruan Tinggi? jika tidak diterapkan oleh diri pribadi mahasiswa ke dalam lingkungan masyarakat. Sedangkan Menurut Knopfemancher “Mahasiswa adalah seorang calon sarjana yang dalam keterlibatannya dengan Perguruan Tinggi dan di didik agar diharapakan menjadi calon-calon yang intelektual”. Sedangkan kondisi mahasiswa hari ini begitu sangat prihatin, sikap kepeduliannya sudah hilang dan bahkan tak acuh dalam segala sesuatau.

Hidup dalam kemewehan dan tak ingin hidup dalam kesederhanaan (duit aja masih minta ke orang tua laganya anak orang kaya). Di kalangan mahasiswa Tri Dharma Perguruan Tinggi mungkin sudah tidak berlaku lagi. Apakah ada mahasiswa baru yang sudah mengabdi kepada masyarakat? Jika ada beritahu saya. Apakah ada mahasiswa baru yang sudah penelitian? Jika ada beritahu saya.

Mengenai mahasiswa memang harus kita pahami, “Mahasiswa adalah penyambung lidah masyarakat”. ujar Soekarno Presiden Indonesia yang pertama. Mahasiswa hari ini bukan penyambung lidah masyarakat. Sikap kepeduliaannya sudah hilang. Yang katanya Agent of Change. Nyatanya? Yang katanya Agent of Social Control. Nyatanya? Yang katanya Agent of Iron Stock. Nyatanya?.  

  • Agent of Change : Mahasiswa sebagai dari sebuah perubahan, dikarenakan kondsis bangasa ini jauh dari idela, dimana banyak penyakit-penyakit masyarakat yang menghinggapi tubuh bangsa ini, mulai dari pejabat-pejabat atas hingga bawah, dan tentunya tertular pula kepada banyak rakyat. Sudah jelas kenapa perubahan itu perlu dan lantas kenapa Mahasiswa harus menjadi garda terdepan dalam perubahan.

  • Agent of Social Control : Mahasiswa bukan sebagai pengamat dalam peran ini, namun mahasiswa juga dituntut sebagai pelaku dalam Masyarakat, karena tidak bisa dipungkiri bahwa Mahasiswa merupakan bagian Masyarakat. Idealnya Mahasiswa menjadi panutan dalam masyarakat, berlandaskan dengan pengetahuannya, pendidikannya dan norma – norma yang berlaku disektiranya.

  • Agent of Iron Stock : Mahasiswa diharapakn menjadi manusia – manusia tangguh yang memiliki kemampuan dan akhlak mulai yang nantinya dapat menggantikan generasi – generasi sebelumnya.

Mahasiswa itu hanya sekedar nama ketika ia memasuki dan belajar di Perguruan Tinggi, setelah wisuda ia hanya masyarakat biasa, gelar sarjana pun hanya sekedar pangkat saja. Yang ditanyakan itu adalah kompetensi semacam apa yang akan diberikan oleh mahasiswa kepada masyarakat sekitarnya nanti? Sedangkan kampus hanya deretan gedung yang ada di Perguruan Tinggi sebagai sarana tempat kuliah bagi mahasiswa.

Ilmu di dalam kampus itu terbatas oleh waktu, ilmu  lebih luasnya dengan membaca buku, dengan membaca mahasiswa tau tentang sosial, ekonomi, politik, hukum, agama dan alam, bahkan dunia. Minat membaca dikalangan mahasiswa sekarang mulai berkurang. Sedangkan ilmu yang lebih luas itu dari membaca, allahpun menganjurkan kita untuk membaca, Iqro (bacalah). Dan Selain itu, ada beberapa tipologi mahasiswa yang harus kita pahami sebagai mahasiswa, dibawah ini:
1.      Hedonis: Mahasiswa yang hidup dengan mengikuti zaman, gaul dan  popularitas ataupun gaya hidup (Bersenang – senang).

2.      Akademis: Mahasiswa yang memanfaatkan status kemahasiswaanya untuk menimba            ilmu. Dan segera lulus serta mendapatkan IPK tinggi dan bekerja.

3.      Aktifis: Mahasiswa yang aktif pada organisasi.

4.      Citra Mahasiswa Aktivis: Mahasiswa Aktivis nilainya anjlok, lulus lambat, IPK rendah.

5.     Apatis: Mahasiswa yang acuh tak acuh, tak mau tahu tentang kondisi sosial dan politik        kampus.
    
     Idolisasi: Mahasiswa yang mencari panutan atau tauladan untuk diikuti atau ditiru baik     dalam hal intelektualitas, religiutas, akademik, aktivitas sosial, dan gaya hidup.
7.   
     Idealis: Mahasiswa yang menggebu – gebu dalam mensikapi keadaan sekeliling             (sosial, ekonomi, politik dan agama).
8.  
  Pragmatis: Mahasiswa yang memperhitungkan keuntungan dan manfaat pribadi dan sesaat serta memilih organisasi yang secara langsung mendukung perkuliahan dan menjamamin masa depan.

Itulah beberapa Tipologi m,ahasiswa. Kita sebagai mahasiswa berada dalam tipologi mahasiswa semacam apa? Biarkan orang lain yang menilai, dan kita yang menyadari.

Kita sebenarnya telah terjebak dalam sebuah tempat dan status, yang dimana sebagai tempat adalah kampus, tempat kita belajar dan diskusi selain berjumpa dengan sahabat-sahabat dikampus. Dan status adalah sebuah tanggung jawab kita sebagai mahasiswa yang dianjurkan membaca, dan menulis karya ilmiah. Yang ditanyakan,  sudah berapa banyak buku yang sudah kita baca, sudah berapa banyak karya tulis ilmiah yang telah kita tulis?

Mahasiswa, kau ingin jadi apa? Pengacara, untuk mempertahankan hukum kaum kaya, yang secara inheren tidak adil? Dokter, untuk menjaga kesehatan kaum kaya, dan menganjurkan makanan yang sehat, udara yang baik, dan waktu istirahat kepada mereka yang memangsa kaum miskin? Arsitek, untuk membangun rumah nyaman untuk tuan tanah? Lihatlah disekelilingmu dan periksa hati nuranimu. Apa kau tak mengerti tugasmu adalah sangat berbeda: untuk bersekutu dengan kaum tertindas, dan bekerja untuk menghancurkan sistem yang kejam ini (Victor Serge, Bolshevik)




***Penulis adalah pecinta anime One Piece

Saturday, 3 November 2018

MAHASISWA WAJIB BERORGANISASI


MAHASISWA WAJIB BERORGANISASI
Oleh : Syamsul Ma’arif



Mahasiswa adalah manusia yang berintelektual. Ada perbedaan mahasiswa dengan siswa. Yang dulu ketika manusia menjadi siswa, yang ada hanyalah dijejali ilmu pengetahuan oleh guru mata pelajaran dan semuanya belum bisa berjalan dengan sendirinya.
Sedangkan mahasiswa semuanya harus berjalan dengan sendiri (mandiri). Mahasiswa harus kreatif dalam belajar. Seperti membaca buku, berdiskusi dan juga berdialektika dengan teman satu kelas ataupun satu kampusnya.
Guru pun jika dalam perkuliahan beda istilah, dosen namanya, bukan guru. Dosen fungsinya bukan untuk menjejali ilmu pengetahuan (sains), akan tetapi tugas dosen adalah menemani mahasiswa belajar dan menjadikan mahasiswa itu dewasa.
Dari situ penulis berasumsi, bahwa mahasiswa itu wajib berorganisasi. Karena, mahasiswa itu dituntut untuk dewasa dan dapat mengatasi permasalahan yang ada dalam realita. Tidak cukup untuk mempunyai keilmuan yang tinggi. Karena mahasiswa adalah manusia yang harus dipertanggungjawabkan nilai kemahasiswaannya.
Di organisasi mahasiswa dididik untuk dewasa dan dapat mengatasi permasalahan-permasalahan yang ada. Di organisasi juga ada yang namanya manajemen konflik. Manajemen konflik itu bertujuan untuk menjadikan organisatoris -- mahasiswa yang ikut organisasi -- agar lebih dewasa dalam menghadapi problema kehidupan.
Mahasiswa harus sadar pentingnya berorganisasi. Organisasilah yang menjadikan mahasiswa lebih dewasa, organisasilah yang menjadikan mahasiswa mempunyai integritas (mutu) yang tinggi dan organisasilah yang menjadikan mahasiswa melek akan realita.
Syamsul
Cirebon, 01 Nov 2018

*Penulis adalah Aktifis STAIMA CIREBON

REFLEKSI HARI SANTRI DALAM PERANG KEDONGDONG CIREBON


PERANG KEDONGDONG CIREBON
Oleh : Abdul Hakiem*



Tepat pada tanggal 22 Oktober 2018, para santri di seluruh Indonesia, merayakan hari yang spesial bagi mereka,  hari yang sangat dinanti-nanti oleh para santri dan para ulama. Ialah Hari Santri Nasional. Saya haturkan terimakasih kepada Presiden RI bapak Jokowi yang sudah mengesahkan Hari Santri Nasional sebagai bagian dari hari besar Nasional.
Dan mengapa ada peringatan hari santri nasional di Indonesia? Akan saya ajak para pembaca ke zaman dulu, perjuangan santri, ulama dan para kiai. Berikut adalah kisah sejarah perjuangan para santri di seluruh Indonesia demi terciptanya cita-cita kemerdekaan Rakyat Indonesia.
Mungkin kalian sudah tahu kisah perjuangan rakyat Indonesia melawan penjajah dari buku pelajaran yang sudah kalian baca, atau kalian juga bisa mengetahuinya dari film layar lebar. Ya kita tahu bahwa jasa dan perjuangan para tokoh pahlawan dan para pejuang rakyat Indonesia sangatlah besar, saat Indonesia masih dijajah oleh bangsa asing.
Jika kita menilik lebih jauh tentang sejarah perjuangan toko-tokoh bangsa ini sangat banyak versinya, bahkan dengan sengaja dihilangkan dari buku pelajaran sejarah yang kita pelajari, saat kita masih mengenyam pendidikan di bangku sekolah dasar atau sederajat lainnya. Misalnya seperti sejarah Perang Kedongdong. Banyak dari kita, khususnya para pelajar tidak mengetahui sejarah Perang Kedongdong.
Perang kedongdong adalah satu bentuk perlawanan para ulama dan masyarakat Cirebon terhadap kebijakan pemerintah kolonial Belanda yang menetapkan pajak dengan nilai yang tinggi kepada rakyat. Pajak ini dinilai sebagai kebijakan yang sangat mencekik. Karena pada kala itu, rakyat berada pada posisi yang miskin dan serba kesulitan. Tentu saja kebijakan tersebut mendapat tentangan yang sangat kuat dari rakyat, khususnya kaum santri.
Seketika itulah, mulai terjadi perlawanan rakyat terhadap Belanda. Pergolakan melawan Belanda bertambah hebat, setelah Pangeran Suryanegara, putra mahkota Sultan Kanoman IV menolak tunduk terhadap pemerintah kolonial Belanda. Pasalnya ia memutuskan untuk keluar dari Keraton dan bergabung dengan rakyat melakukan perlawanan.
Sampai pada saatnya pasukan Belanda semakin terdesak, mereka mengalami kekalahan perang yang sangat besar, bukan saja kehilangan nyawa perajuritnya, akan tetapi juga mengalami kerugian sangat besar untuk mendanai Perang Kedongdong ini, nilainya mencapai 150.000 Gulden. Pada keadaan yang sangat terpuruk menghadapi perlawanan rakyat di bawah pimpinan Pangeran Suryanegara, Belanda meminta tambahan pasukan. Bukan hanya itu, Belanda pun meminta bantuan dari pasukan Portugis yang berada di Malaka, guna membantu mereka meredam perlawanan rakyat Cirebon.
Setelah meminta bantuan untuk bekerjasama dengan pasukan Portugis untuk meredam perlawanan rakyat Cirebon, akhirnya pasukan Portugis datang dengan menggunakan enam kapal dan berlabuh di Pelabuhan Muara Jati yang mengangkut bala tentaranya untuk membantu Belanda. Namun hal itu sama sekali tidak membuat ciut perlawanan rakyat.
Justru malah sebaliknya, semangat perlawan rakyat Cirebon semakin bertambah dan semakin menjadi. Pasalnya peperangan terjadi di Desa Kedongdong kecamatan Susukan. Bahkan dalam peperangan tersebut ribuan nyawa melayang. Baik di pihak rakyat maupun Belanda.
Setelah menjalani peperangan selama dua puluh tahun ( 1753-1773 ) melawan penjajah Belanda dan bala bantuan tentara Portugis, akhirnya Belanda sadar bahwa mereka tidak mampu menghadapi perlawan rakyat secata frontal. Bahkan pihak belanda sampai mencari siasat lain ntuk melumpuhkan semangat perlawanan rakyat.
Salah satu caranya adalah dengan menangkap Pangeran Kanoman. karena hanya di bawah kepemimpinan Pangeranlah semangat perlawanan rakyat semakin berkobar. Pada akhirnya dengan segala tipu daya dan kelicikan pasukan Belanda, Pangeran Kanoman pun tertangkap. Belanda juga segera menahannya di Batavia dan kemudian mengasingkannya di Benteng Victoria Ambon.
Itulah sepenggal kisah sejarah perlawan rakyat dan santri Cirebon melawan penjajah kolonial Belanda. Demi melawan ketidakadilan dan kesewenang-wenangan. Lawan, lawan, dan lawan!


*Penulis adalah Aktifis Kopi

POLITIK NU ADALAH POLITIK KEBANGSAAN