PSSI BISA APA?
Oleh : Fathur*
Sepak bola
adalah olahraga yang hampir diminati kebanyakan orang di hampir setiap Negara,
tidak terkecuali Indonesia. Bagi Negara berkembang seperti Indonesia, sepak
bola menjadi olahraga yang sangat bergengsi dan juga sebagai salah satu sarana
untuk bisa mengharumkan bangsa dan negara, agar bisa bersaing dengan Negara-negara
lainnya.
Sepak bola Indonesia
dalam perjalanannya banyak melalui aral yang melintang, drama-drama dalam
setiap pertandingan sepak bola, sampai dengan menejerial organisasi dalam
pengurus-pengurus sepak bola tanah air, dari KONI sampai dengan PSSI.
Bahkan muncul
dagelan istilah ‘Sepak Bola Gajah’ yang
berarti para pemainnya sengaja mengalah agar tidak memenangkan pertandingan. Aneh
bukan? Dalam setiap pertandingan setiap tim pasti menginginkan kemenangan, tapi
dalam sepak bola gajah justru setiap tim berlomba-lomba untuk kalah. Contohnya adalah
ketika piala tiger 1998 Indonesia vs Thailand, bukannya berlomba-lomba untuk
bisa menang tapi malah berlomba-lomba kalah agar tidak bertemu dengan Vietnam waktu
itu selaku tuan rumah dan dianggap begitu menakutkan.
Istilah ‘sepak bola gajah’ di Indonesia itu untuk
istilah para Bandar judi yang melakukan pengaturan skor dan segala sesuatu yang
berkaitan dengan kompetisi sepak bola Indonesia. Seharusnya setiap klub barmain
untuk menang tapi justru bermain untuk kalah, adanya gol-gol bunuh diri yang
dilakukan oleh para pemain, seperti yang terjadi ketika pertandingan antara PSS
Sleman kontra Madura FC.
Bagi kita-kita
masyarakat biasa yang hanya tau luarannya saja, ini tamparan keras dan seolah
menjadi sebuah bom yang menjadi virus yang sedikit demi sedikit mengikis dan
menggrogoti asa setiap suporter yang sudah menjadikan timnas Indonesia sebagai
jiwa raganya.
Kebobrokan system
sepak bola Indonesia memang menjadi rahasi umum bagi masyarakat dan
pemain-pemain Bola Indonesia, hanya saja kami sebagai masyarakat tidak pernah
berfikir sampai dengan sejauh itu, kami kira hanya sebatas ketidak tranparan
soal keuangan yang ada di PSSI seperti yang dikatakan oleh Tommy Apeantono
ASPROV PSSI Jawa Barat, tapi ternyata lebih dari itu banyak oknum yang ikut
bermain dalam judi dan pengaturan skor dalam kompetisi sepak bola Indonesia.
Kalo sahabat
andon nonton Program Mata Najwa sore
tadi, maka semakin terlihat fakta-fakta kebobrokkan yang terjadi dalam
kompetisi Sepak Bola Indonesia, bahkan dikatakan salah satu Nara Sumber
pengaturan skor juga pernah melibatkan Timnas Indonesia. Betapa sedihnya seluruh
supporter Indonesia yang menonton program tersebut. ‘Remuk Ajur’ rasanya mendengar hal tersebut, bagaimana tidak? Para atlet
yang berjuanag keras dan mati-matian untuk memberikan yang terbaik bagi bangsa
dan Negara justru malah diciderai dengan hal-hal semacam itu.
Santernya issue
yang menimpa sepak bola Indonesia dari mulai kegagalan timnas di AFF sampai
dengan perhatian Ketua PSSI yang terbagi akibat menjadi Gubernur Sumatra Utara,
menjadi perhatian setiap kalangan tak terkecuali Kementrian Penuda dan Olahraga
sendiri.
Pengaturan pertandingan
atau yang biasa disebut ‘Match fixing’ sudah
menjadi sebuah kebiasaan yang sangat merugikan bagi dunia dan prestasi sepak
bola Indonesia. Istilah ini sebenarnya sudah lama dikenal dalam dunia olahraga,
namun dewasa ini sudah banyak sekali jenis ‘match
fixing’.
Dikutip dari
laman www.mainbasket.com menurut
kementrian budaya Norwegia, ada tiga jenis manipulasi atau kecurangan dalam
pertandingan. Pertama adalah ‘match
fixing’ yaitu aktifitas yang melibatkan seluruh tim atau sebagian yang
sengaja dibayar untuk mengalah, seperti dalam pertandingan sepak bola.
Kedua adalah
‘spot fixing’ yaitu pengaturan pertandingan pada saat-saat
tertentu ketika pertandingan berjalan, tanpa mempengaruhi hasil akhir. Contohnya
dalam pertandingan sepak bola, wasit menganggap pelanggaran biasa namun
dianggap pelanggaran serius sehingga mengakibatkan tendangan pinalti.
Ketiga adalah
‘point shaving’ yaitu melibatkan
skor, tetapi bukan merupakan hasil akhir. Misalnya dalam sebuah pertandingan
Bolaq basket, sebuah tim dibayar untuk menahan perolehan poin lawan agar margin
tidak lebih dari 10 poin dalam bola basket.
Bagi kami
terlepas apapun itu istilahnya pertandingan yang sportif adalah pertandingan
yang kami impikan dan kami harapkan, menang ataupun kalah itu sudah biasa, tapi
kalau sudah ada kecurangan maka itu adalah hal yang tidak bisa dimaafkan bagi
siapapun juga. Terutama bagi orang-orang yang terlibat dalam kompetisi
olahraga. Seperti atletnya, pelatihnya atau siapapun yang terlibat didalamnya.
Semoga ‘match fixing’ tidak lagi menjadi momok
yang menakutkan bagi Olahraga indonesi khususnya dalam sepak bola, Sebagai penutup
meminjam kata-kata Mba Najwa Syihab “PSSI dan prestasi macam dua ujung yang
sulit bertemu, karena trofi hanya untuk federasi yang bermutu”
Salam dari Tjirebon
*penulis adalah bocah muridnya bocah angon